Minggu, 16 Mei 2010
Jumat, 07 Mei 2010
Sabtu, 17 April 2010
DOA HARI AHAD
Dengan menyebut nama “Allah…”
Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
Tak ada lagi yang kuharapkan kecuali anugerah-Mu
Tak ada lagi yang kutakuti kecuali keadilan-Mu
Tak ada lagi yang kupercaya kecuali firman-Mu
Dan aku sama sekali tidak berpegang teguh kecuali pada tali cinta-Mu.
Aku berlindung kepada-Mu duhai Zat yang Maha Melindungi
Dari kedzaliman dan permusuhan
Dari silih bergantinya masa dan kesusahan
Dari peristiwa-peristiwa yang menyesakkan
Dan dari tibanya akhir nafasku sebelum luntur dosa-dosaku.
Hanya kepada-Mu aku memohon petunjuk
Demi membenahi keadaanku
Hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan
Demi menempuh apa yang aku citakan
Hanya kepada-Mu aku memohon limpahan ‘afit
dan keselamatan untuk selamanya
Terimalah shalat dan puasaku
Jadikanlah hari esokku lebih baik dari hari ini
Muliakanlah aku di kalangan keluarga dan kaumku
Jagalah aku kala terjaga dan tidur
Karena Engkau adalah Allah sebaik-baik penjaga
Dan Engkau Pengasih diatas semua pengasih.
Ya Allah, di hari ini ini aku bersimpuh di haribaan-Mu
Demi membebaskan diri dari cengkeraman syirik dan kufur
Aku menyeru-Mu dengan tulus hati
Demi mengharap pengabulan-Mu
Dan senantiasa menaati-Mu
Demi mengharap pahala-Mu.
Limpahkanlah shalawat atas Muhammad
Makhluk termulia-Mu yang mengajak manusia mengenal hak-Mu.
Maka muliakanlah aku dengan kemuliaan-Mu
Yang tidak pernah ternodai oleh kehinaan
Jagalah aku dengan pengawasan mata-Mu
Yang tidak pernah pejam
Akhirilah segala urusanku dengan penyerahan penuh kepada-Mu
Serta tutuplah umurku dengan pengampunan-Mu
karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Insan Sains)
*disarikan dari kitab Mulhaqat ash-Shahifah as-Sajjadiyah
Read More......
KISAH NYATA (just sharing guys..) semoga bermanfaat
Kesaksian Warga Bengkalis yang Mati Suri dalam Temu Alumni ESQ
''Menyaksikan Orang Disiksa dan Ingin Kembali ke Dunia''
Pengalaman mati suri seperti yang dialami Aslina, telah pula dirasakan
banyak orang. Seorang peneliti dan meraih gelar doktor filsafat dari
Universitas Virginia Dr Raymond A Moody pernah meneliti fenomena ini.
Hasilnya orang mati suri rata-rata memiliki pengalaman yang hampir sama.
Masuk lorong waktu dan ingin dikembalikan ke dunia.
Aslina adalah warga Bengkalis yang mati suri 24 Agus tus 2006 lalu.
Gadis berusia sekitar 25 tahun itu memberikan kesaksian saat nyawanya
dicabut dan apa yang disaksikan ruhnya saat mati suri.
Sebelum Aslina memberi kesaksian, pamannya Rustam Effendi memberikan
penjelasan pembuka. Aslina berasal dari keluarga sederhana, ia telah
yatim. Sejak kecil cobaan telah datang kepada dirinya.
Pada umur tujuh tahun tubuhnya terbakar api sehingga harus menjalani dua kali operasi. Menjelang usia SMA ia termakan racun. Oleh sebab itu ia menderita selama tiga tahun. Pada umur 20 tahun ia terkena gondok (hipertiroid).
Gondok tersebut menyebabkan beberapa kerusakan pada jantung dan matanya.
Karena penyakit gondok itu maka Jumat, 24 Agus tus 2006 Aslina menjalani check-up atas gondoknya di Rumah Sakit Mahkota Medical Center (MMC)Melaka Malaysia . Hasil pemeriksaan menyatakan penyakitnya di ambang batas sehingga belum bisa dioperasi.
''Kalau dioperasi maka akan terjadi pendarahan,' ' jelas Rustam. Oleh
karena itu Aslina hanya diberi obat. Namun kondisinya tetap lemah.
Malamnya Aslina gelisah luar biasa, dan terpaksa pamannya membawa
Aslina kembali ke Mahkota sekitar pukul 12 malam itu. Ia dimasukkan ke
unit gawat darurat (UGD), saat itu detak jantungnya dan napasnya
sesak. Lalu ia dibawa ke luar UGD masuk ke ruang perawatan. ''Aslina
seperti orang ombak (menjelang sakratulmaut, red). Lalu saya ajarkan
kalimat thoyyibah dan syahadat. Setelah itu dalam pandangan saya Aslina
menghembuskan nafas terakhir,'' ungkapnya. Usai Rustam memberi
pengantar, lalu Aslina memberikan kesaksiaanya.
''Mati adalah pasti. Kita ini calon-calon mayat, calon penghuni kubur,'' begitu ia mengawali kesaksiaanya setelah meminta seluruh hadirin yang memenuhi Grand Ball Room Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru tersebut membacakan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Tak lupa ia juga menasehati jamaah untuk memantapkan iman, amal dan ketakwaan sebelum mati datang.
''Saya telah merasakan mati,'' ujar anak yatim itu. Hadirin terpaku
mendengar kesaksian itu. Sungguh, lanjutya, terlalu sakit mati itu.
Diceritakan, rasa sakit ketika nyawa dicabut itu seperti sakitnya kulit
hewan ditarik dari daging, dikoyak. Bahkan lebih sakit lagi.
''Terasa malaikat mencabut (nyawa, red) dari kaki kanan saya,''
tambahnya. Di saat itu ia sempat diajarkan oleh pamannya kalimat
thoyibah.
''Saat di ujung napas, saya berzikir,'' ujarnya. ''Sungguh sakitnya,
Pak, Bu,'' ulangnya di hadapan lebih dari 300 alumni ESQ Pekanbaru.
Diungkapkan, ketika ruhnya telah tercabut dari jasad, ia menyaksikan di
sekelilingnya ada dokter, pamannya dan ia juga melihat jasadnya yang
terbujur. Setelah itu datang dua malaikat serba putih mengucapkan
Assalaimualaikum kepada ruh Aslina.
'' Malaikat itu besar, kalau memanggil, jantung rasanya mau copot,
gemetar,'' ujar Aslina menceritakan pengalaman matinya. Lalu malaikat
itu bertanya: ''siapa Tuhanmu, apa agamamu, dimana kiblatmu dan siapa
nama orang tuamu. " Ruh Aslina menjawab semua pertanyaan itu dengan
lancar. Lalu ia dibawa ke alam barzah. ''Tak ada teman kecuali amal,''
tambah Aslina yang Ahad malam itu berpakaian serba hijau.
Seperti pengakuan pamannya, Aslina bukan seorang pendakwah, tapi malam
itu ia tampil memberikan kesaksian bagaikan seorang muballighah. Di alam barzah ia melihat seseorang ditemani oleh sosok yang mukanya berkudis, badan berbulu dan mengeluarkan bau busuk. Mungkin sosok itulah adalah amal buruk dari orang tersebut.
Aslina melanjutkan. ''Bapak, Ibu, ingatlah mati,'' sekali lagi ia
mengajak hadirin untuk bertaubat dan beramal sebelum ajal menjemput.
Di alam barzah, ia melanjutkan kesaksiannya, ruh Aslina dipimpin oleh
dua orang malaikat. Saat itu ia ingin sekali berjumpa dengan ayahnya.
Lalu ia memanggil malaikat itu dengan ''Ayah''. ''Wahai ayah bisakah
saya bertemu dengan ayah saya,'' tanyanya.
Lalu muncullah satu sosok. Ruh Aslina tak mengenal sosok yang berusia
antara 17-20 tahun itu. Sebab ayahnya meninggal saat berusia 65 tahun.
Ternyata memang benar, sosok muda itu adalah ayahnya. Ruh Aslina
mengucapkan salam ke ayahnya dan berkata: ''Wahai ayah, janji saya telah sampai.'' Mendengar itu ayah saya saya menangis.
Lalu ayahnya berkata kepada Aslina. ''Pulanglah ke rumah, kasihan
adik-adikmu. '' ruh Aslina pun menjawab. ''Saya tak bisa pulang, karena
janji telah sampai''.
Usai menceritakan dialog itu, Aslina mengingatkan kembali kepada hadirin bahwa alam barzah dan akhirat itu benar-benar ada.
''Alam barzah, akhirat, surga dan neraka itu betul ada. Akhirat adalah
kekal,'' ujarnya bak seorang pendakwah.
Setelah dialog antara ruh Aslina dan ayahnya. Ayahnya tersebut menunduk.
Lalu dua malaikat memimpinnya kembali, ia bertemu dengan perempuan yang
beramal shaleh yang mukanya bercahaya dan wangi. Lalu ruh Aslina dibawa
ke kursi yang empuk dan didudukkan di kursi tersebut, disebelahnya
terdapat seorang perempuan yang menutup aurat, wajahnya cantik. Ruh
Aslina bertanya kepada perempuan itu. ''Siapa kamu?'' lalu perempuan itu menjawab.''Akulah (amal) kamu.''
Selanjutnya ia dibawa bersama dua malaikat dan amalnya berjalan
menelurusi lorong waktu melihat penderitaan manusia yang disiksa.
Di sana ia melihat seorang laki-laki yang memikul besi seberat 500 ton,
tangannya dirantai ke bahu, pakaiannya koyak-koyak dan baunya
menjijikkan. Ruh Aslina bertanya kepada amalnya.
''Siapa manusia ini?'' Amal Aslina menjawab orang tersebut ketika
hidupnya suka membunuh orang.
Lalu dilihatnya orang yang yang kulit dan dagingnya lepas. Ruh Aslina
bertanya lagi ke amalnya tentang orang tersebut. Amalnya mengatakan
bahwa manusia tersebut tidak pernah shalat bahkan tak bisa mengucapkan
dua kalimat syahadat ketika di dunia.
Selanjutnya tampak pula oleh ruh Aslina manusia yang dihujamkan besi ke
tubuhnya.
Ternyata orang itu adalah manusia yang suka berzina. Tampak juga orang
saling bunuh, manusia itu ketika hidup suka bertengkar dan mengancam
orang lain.
Dilihatkan juga pada ruh Aslina, orang yang ditusuk dengan 80 tusukan,
setiap tusukan terdapat 80 mata pisau yang tembus ke dadanya, lalu
berlumuran darah, orang tersebut menjerit dan tidak ada yang
menolongnya. Ruh Aslina bertanya pada amalnya.
Dan dijawab orang tersebut adalah orang juga suka membunuh.
Tampak pula orang berkepala babi dan berbadan babi. Orang tersebut
adalah orang yang suka berguru pada babi. Ada pula orang yang
dihempaskan ke tanah lalu dibunuh. Orang tersebut adalah anak yang
durhaka dan tidak mau memelihara orang tuanya ketika di dunia.
Perjalanan menelusuri lorong waktu terus berlanjut. Sampailah ruh Aslina di malam yang gelap, kelam dan sangat pekat sehingga dua malaikat dan amalnya yang ada disisinya tak tampak.
Tiba-tiba muncul suara orang mengucap : Subhanallah, Alhamdulillah dan
Allahu Akbar.Tiba-tiba ada yang mengalungkan sesuatu di lehernya.
Kalungan itu ternyata tasbih yang memiliki biji 99 butir.
Perjalanan berlanjut. Ia nampak tepak tembaga yang sisi-sisinya
mengeluarkan cahaya, di belakang tepak itu terdapat gambar ka’bah. Di
dalam tepak terdapat batangan emas.
Ruh Aslina bertanya pada amalnya tentang tepak itu. Amalnya menjawab
tepak tersebut adalah husnul khatimah. (Husnul khatimah secara leiterlek berarti akhir yang baik. Yakni keadaan dimana manusia pada akhir hayatnya dalam keadaan (berbuat) baik,red).
Selanjutnya ruh Aslina mendengarkan azan seperti azan di Mekkah. Ia pun
mengatakan kepada amalnya.
''Saya mau shalat.'' Lalu dua malaikat yang memimpinnya melepaskan
tangan ruh Aslina.
''Saya pun bertayamum, saya shalat seperti orang-orang di dunia
shalat,'' ungkap Aslina.
Selanjutnya ia kembali dipimpin untuk melihat Masjid Nabawi. Lalu
diperlihatkan pula kepada ruh Aslina, makam Nabi Muhammad SAW. Di makam
tersebut batangan-batangan emas di dalam tepak ''husnul khatimah'' itu
mengeluarkan cahaya terang.
Berikutnya ia melihat cahaya seperti matahari tapi agak kecil. Cahaya
itu pun bicara kepada ruh Aslina.
''Tolong kau sampaikan kepada umat, untuk bersujud di hadapan Allah.''
Selanjutnya ruh Aslina menyaksikan miliaran manusia dari berbagai abad
berkumpul di satu lapangan yang sangat luas. Ruh Aslina hanya berjarak
sekitar lima meter dari kumpulan manusia itu. Kumpulan manusia itu
berkata. ''Cepatlah kiamat, aku tak tahan lagi di sini Ya Allah.''
Manusia-manusia itu juga memohon. ''Tolong kembalikan aku ke dunia, aku
mau beramal.''
Begitulah di antara cerita Aslina terhadap apa yang dilihat ruhnya saat
ia mati suri. Dalam kesaksiaannya ia senantiasa mengajak hadirin yang
datang pada pertemuan alumni ESQ itu untuk bertaubat dan beramal shaleh
serta tidak melanggar aturan Allah.
Setelah kesaksian Aslina, instruktur Pelatihan ESQ Legisan Sugimin yang
telah mendapat lisensi dari Ary Ginanjar (pengarang buku sekaligus
penemu metode Pelatihan ESQ) menjelaskan bahwa fenomena mati suri dan
apa yang disaksikan oleh orang yang mati suri pernah diteliti ilmuan
Barat.
Legisan mengemukakan pula, mungkin di antara alumni ESQ yang hadir pada
Ahad (24/9) malam itu ada yang tidak percaya atau ragu terhadap
kesaksian Aslina. Tapi yang jelas, lanjutnya, rata-rata orang yang mati
suri merasakan dan melihat hal yang hampir sama.
''Apa yang disampaikan Aslina, mungkin bukti yang ditunjukkan Allah
kepada kita semua'' ujarnya. Legisan menjelaskan penelitian oleh Dr
Raymond A Moody Jr tentang mati suri.
Raymond mengemukakan orang mati suri itu dibawa masuk ke lorong waktu,
di sana ia melihat rekaman seluruh apa yang telah ia lakukan selama
hidupnya. Dan diakhir pengakuan orang mati suri itu berkata: ''Dan aku
ingin agar aku dapat kembali dan membatalkan semuanya.''
Menanggapi kesaksian Aslina yang melihat orang-orang berteriak ingin
dikembalikan ke dunia dan ingin beramal serta penelitian Raymond yang
menyebutkan ''aku ingin agar aku dapat kembali dan membatalkan
semuanya,'' Legisan mengutip ayat Al-Quran Surat Al-Mu'muninun (23) ayat 99-100:Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), Hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata:''Ya, Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia).''(99) . Agar aku berbuat amal yang saleh
terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (100).
Sebagai penguat dalil agar manusia bertaubat, dikutipkan juga Quran
Surat Az-Zumar ayat 39: ''Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-Mu, dan
berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu
tidak dapat ditolong (lagi).''
Usai pertemuan alumni itu, Aslina meminta nasehat dari Legisan.
Intruktur ESQ itu menyarankan agar Aslina senatiasa berdakwah dan
menyampaikan kesaksiaannya saat mati suri kepada masyarakat agar mereka
bertaubat dan senantiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Setelah acara, banyak di antara alumni yang bersimpati dan ingin membantu pengobatan sakit gondoknya. Para hadirinpun menyempatkan diri untuk berfoto bersama Aslina.
Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dari kesaksiaan.
www.mail-archive.com
Read More......
Jangan Biarkan Dirinya Menangis……!!
Seperti biasa, setiap hari saya selalu menyempatkan diri untuk membuka beberapa web, twitter, dan facebook yang saya kelola, sekedar untuk memeriksa komentar-komentar yang masuk, mengupdate berita di web dan memperbaharui status di facebook.
Hari ini, beberapa tulisan terkait dengan isu-isu nasional saya posting di web. Setelah selesai saya lanjutkan membuka twitter, memperbaharui twet sebelumnya. Dari keduanya, tidak ada hal yang terlalu menarik bagi saya. Karena baik berita maupun yang lainnya memang sudah saya ketahui sebelumnya.
Tapi, berbeda ketika membuka facebook. Ada pesan masuk yang saya sendiri tidak bisa menjawabnya. Karena merasa tidak mempunyai kapasaitas yang sesuai. Seperti inilah pesan yang masuk itu:
Assalamu’alaikum wrwb
Bismillahirrahmaanirrahiim
Terlebih dahulu sy mh maaf jk prmohonan ini mmberatkan akhi n ukhti semua. sy sbnrnya jg malu tp inilah ikhtiar stlh sekian lama berikhtiar. sy brmksud ikhtiar dg smata2 mgharap prtolongan ALLAH yg Mh Tahu dmn jalan yg akan dbukakan utk sy. sy bmaksud ikhtiar mggenabkan dien demi mjaga diri bs berjihad dlm rumah tangga utm mwujudkan generasi rabbani. sy jg sdh mgajukan proposal ke murabbiyah sy, saudara, sahabat dsb, tp mgkin ALLAH blum mnetapkan kpn saat itu tiba. utk itu,melalui ikatan ukhuwah ini, sy berharap bantuan akhi n ukhti smua. sekedar informsi yg mg bs berguna:
Nama : ***
Usia : ***
Pndkn : ***
Pkrjn : ***
Almt : ***
Mg ALLAH mridhai ikhtiar sy ini n mmbukakan jln utk mggenapkan dienNya, amiin ya Rabbal alamin. Jazakumullah khairul jaza.
Wasslam wr wb
ttd
Uhkti ***
Semoga Allah memberikan kekuatan pada saya untuk segera menyempurnakan agamanya. Anda mungkin sudah tau kenapa saya tidak bisa menjawab pesan itu. Iya…karena saya juga belum menikah. Respon yang ada kala itu malah gemeteran, dada terasa sesak, dan kebingungan. Ah… namanya saja bujangan, wajar. Tapi bukan berarti saya juga tidak bisa menanggapi lho.., walaupun hanya bisa menghasilkan sebuah tulisan yang ada di blog pribadi saya.
Saya ingin berkata seperti ini. Pertama-tama saya menyadari bahwa jama’ah ini memiliki keterbatasan. Sementara para murobbi/murobbiyah harus berpacu dengan waktu, semakin bertambah waktu bertambah pula umur akhwat-akhwat itu.
Meminjam kata-kata ustadz Hamzah Nasution, “Tidak Boleh! Demi Alloh tidak boleh ada yang merasa tersisih dalam gegap gempita jamaah ini. Termasuk keluarga dan pernikahan kader. “Pernikahan sesama kader adalah mutlak, agar dakwah ini tetap terjaga” lanjut beliau. Dan itu butuh pemahaman. Pemahaman saya, pemahaman antum sebagai ikhwan.
Ikhwah Fillah… tuntutan umat semakin bertambah banyak. Beban jamaah ini semakin hari semakin bertambah. Dan taukah engkau jikalau ustadz pernah mengatakan, termasuk juga beban adalah jika kamu menunda-nunda pernikahanmu ya akhi. Karena dari hari-kehari proposal akhwat semakin banyak yang masuk. Sementara engkau, tak berbuat apa-apa. Jamaah tidak mungkin bisa fokus dalam menyelesaikan berbagai permsalahan yang dialami umat ini jika kita masih terus saja disibukkan oleh kewajiban internal kita. Permasalahan para penggerak dakwah ini.
Siapun engkau yang belum menikah… saya dan antum sama-sama mengetahui. Akhwat-akhwat itu tak meminta apa-apa dari kita. Ia hanya menunggu keberanian kita, keberanian untuk mengkhitbahnya. Keberanian dan kesiapan kita dari segala aspeknya. Maka, melalui tulisan singkat ini pula, saya menyerukan pada diri saya dan antum semua untuk segera memenuhi segala aspek kesiapan itu.
Sebagai penutup tulisan ini. Saya ingin menyampaikan kepada ukhti, saudariku di jalan dakwah -yang mengirimkan pesan di atas. Tataplah langit itu seluas pandanganmu. Yakinlah Masih ada ikhwan yang menjaga kesucian dirinya yang berani menyempurnakan agamanya.
Sudah, sudah tinggalkan saja ikhwan-ikhwan pengecut Itu..! Jika ada ikhwan yang baik bagimu, sampaikan pada wali dan murobbiyahmu bahwa engkau ingin beribadah bersamanya. Temuilah ikhwan itu. Sampaikan proposal ini kepadanya. Bukankah bunda Khadijah pun melakukan hal yang sama.
Jika akhirnya ikhwan itu tak bersedia, bukan berarti ia menolakmu. Ia hanya belum siap beribadah bersamamu, belum siap menjadi imam bagimu. Tak perlu malu, bukankah engkau menyerunya untuk beribadah. Menikah itu adalah ibadah. Engkau hanya perlu memaksimalkan ikhtiarmu.
Semoga Allah menurunkan ridho-Nya di hati mereka hingga niat mulia para akhwat ini tak bertepuk sebelah tangan. Agar tak ada lagi bening air mata, agar dakwah ini tetap terjaga.
wahyupermadi.web.id
Read More......
Jumat, 16 April 2010
Wahai Para Pemuda Muslim…
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu ‘anhu-, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmizi)
Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa masa muda merupakah salah satu nikmat terbesar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dan itu sekaligus menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan usia muda dan para pemuda.
Peran Pemuda Dalam Islam
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nahkoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.Oleh karena itulah para sahabat yang masih muda -radhiallahu ‘anhum- memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama ini baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Di antara mereka ada Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit yang mereka ini telah mengambil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berbagai macam ilmu yang bermanfaat, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada ummat sebagai warisan dari Nabi mereka. Di sisi lain ada Khalid ibnul Walid, Al-Mutsanna bin Haritsah, Asy-Syaibany dan selain mereka yang gigih dalam menyebarkan Islam lewat medan pertempuran jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruhnya mereka adalah satu ummat yang tegak melaksanakan beban kewajiban mereka kepada agama, ummat, dan masyarakat mereka, yang mana pengaruh atau hasil usaha mereka masih kekal sampai hari ini dan akan terus menerus ada -dengan izin Allah- sepanjang Islam ini masih ada.
Para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika mereka mampu untuk memperbaiki diri-diri mereka, mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada mereka yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi mereka khabar gembira dari Nabi mereka -Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih,
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
Perhatian Islam Kepada Pemuda
Agama kita Islam yang mulia ini mempunyai perhatian yang sangat besar mengenai pertumbuhan dan perkembangan para pemuda, karena merekalah yang akan menjadi tokoh di masa yang akan datang, yang akan menggantikan dan mewarisi tugas-tugas mulia dari ayah-ayah mereka kepada ummat ini.Berikut beberapa tuntunan Islam yang berkaitan dengan apa yang kita sebutkan:
1. Islam menuntunkan setiap lelaki untuk memilih istri yang sholihah yang akan lahir darinya anak-anak yang sholeh yang selanjutnya tumbuh menjadi para pemuda yang beraqidah dan berakhlak Islamy.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda mengingatkan setiap lelaki yang mau mencari istri, “Pilihlah yang baik agamanya, kalau tidak maka celaka kamu.” Hal ini dikarenakan jika Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memberikan rezki berupa anak-anak dari istri yang sholihah maka dia -sebagai ibu- akan tegak melaksanakan perannya dalam rumah tangganya dalam hal mendidik dan mengarahkan anak-anaknya kepada tuntunan Islam. Ini adalah tuntunan Islam kepada para pemuda sebelum lahirnya.
2. Memberikan nama yang baik kepada anak, karena nama yang baik itu juga memiliki makna dan pengaruh yang baik pada akhlak sang anak, karena dia merupakan lambang dari doa atau harapan orang tua kepada Allah tentang anaknya.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- memotifasi setiap orang tua untuk memilih nama yang baik buat anak mereka serta menjauhi nama yang jelek atau nama yang menunjukkan atau mengandung makna yang kurang pantas.
.3. Melaksanakan nasikah/aqiqah untuk anak, karena hukumnya adalah sunnah mu`akkadah dan memiliki pengaruh yang baik kepada anak.
Ketiga perkara di atas adalah tuntunan Islam kepada para pemuda di awal pertumbuhannya.
4. Menaruh perhatian yang besar dalam mendidik anak ketika dia sudah memasuki usia mumayyiz dan sudah mempunyai daya tangkap (paham).
Dan telah ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hal ini, bagaimana beliau mengajarkan kepada anak-anak dan para pemuda dari kalangan sahabat semua perkara keagamaan dari yang palng besar sampai pada perkara yang paling kecil.
Beliau bersabda kepada Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- ketika mengajarkan beberapa perkara aqidah kepadanya, “Hai anak kecil, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkataan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu, jika kamu meminta maka minta hanya kepada Allah dan jika kamu meminta pertolongan maka minta pertolongan hanya kepada Allah”. (HR. At-Tirmizi)
Dan beliau bersabda dalam masalah sholat, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena (mereka meninggalkan) nya ketika mereka telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur”.
Dan beliau juga pernah menegur Umar bin Abi Salamah ketika dia sedang makan, “Hai anak kecil, bacalah bismillah (sebelum makan), makanlah dengan (tangan) kananmu dan (mulailah) makan dari (makanan) yang terdekat denganmu”. (HR. Muslim)
Dan selainnya dari hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap para pemuda, dan Islam mengawasi serta mengarahkan mereka dalam setiap fase umur mereka yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap masing-masing pemuda.
Apalagi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah mengkhabarkan dalam hadits Abu Hurairah, “Setiap (anak) yang dilahirkan (pasti) dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi”. Hadits ini menunjukkan bahwa fitrah setiap anak yang dilahirkan adalah kebaikan, kebenaran, dan di atas nilai-nilai Islam, dan fitrah ini jika dijaga oleh kedua orang tuanya dan mereka mengarahkannya kepada kebaikan maka sang anak pasti akan mengarah kepada jalan-jalan kebaikan.
Adapun jika kedua orang tua menyimpang dari nilai-nilai Islam dalam mendidik anak-anak mereka maka fitrah ini akan rusak dan ikut menyimpang dari nilai-nilai Islam sesuai dengan pendidikan orang tuanya. Maka jika orang tua adalah Yahudi atau Nashrani atau Majusi maka sang anak akan tumbuh di atas agama yang buruk ini yang secara otomatis telah merusak fitrahnya. Adapun jika orang tuanya adalah muslim yang sholeh, pasti dia akan menjaga fitrah yang mulia ini, yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah tempatkan ke dalam hati setiap anak, lalu menumbuhkannya, mensucikannya, dan menjaganya.
5. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan setiap anak ketika kedua orang tuanya atau salah satunya sudah berusia lanjut agar dia berbuat baik kepada keduanya atau kepada yang masih hidup di antara keduanya, dan agar sang anak mengingat pendidikan kedua orang tuanya kepadanya ketika dia masih kecil.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya telah sampai pada usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra` : 23-24)
Sisi pendalilan dari kedua ayat di atas adalah dalam firmanNya, “Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. Maka perawatan orang tua kepada anaknya adalah suatu nikmat dan kebaikan untuk sang anak yang wajib dia balas kepada kedua orang tuanya. Bukan yang diinginkan dengan perawatan dalam ayat ini hanya terbatas pada perawatan yang sifatnya jasmaniyah saja, dalam artian mencukupi mereka dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal, dan selainnya. Karena jika perawatan sebatas pada perkara-perkara tersebut maka tidak ada bedanya dengan perawatan binatang kepada anaknya.
Akan tetapi yang lebih penting dari hal itu adalah perawatan maknawiyah berupa menjaga fitrah sang anak agar tetap suci, mengarahkannya kepada kebaikan, menanamkan nilai-nilai Islam pada dirinya, serta membiasakan mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam aturan-aturan Islam, inilah perawatan yang akan mendatangkan manfaat yang pengaruhnya akan terus bersama sang anak.
Adapun sekedar merawat mereka dengan perawatan jasmaniyah, maka hal ini justru lebih mendekati kepada perbuatan merusak mereka daripada memperbaiki mereka. Karena seorang anak, jika dipenuhi semua kebutuhannya dari sisi makanan, minuman, dan keinginan tetapi tidak diberikan perawatan maknawi berupa pendidikan keagamaan yang benar maka ini adalah sebesar-besar faktor yang menyebabkan mereka tumbuh di atas sifat-sifat kebinatangan.
Maka jika kedua orang tua merawat anak mereka dengan kedua jenis perawatan ini maka inilah yang merupakan kebaikan besar yang akan terus-menerus dikenang oleh sang anak ketika dia merasakan kebaikan dari kedua orang tuanya sehingga dia bisa berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Wallahu a’lam bishshawab.
sobatmuslim.wordpress.com
Read More......
Ilmu Dunia tanpa keikhlasan dan pensucian jiwa membawa Anda kepada ‘Kesombongan’
Sumber Kesombongan
Sombong, sebagaimana didefinisikan Rasulullah SAW adalah "Melecehkan orang lain dan menolak kebenaran" (HR Muslim dan Tirmidzi). Bila penyakit ini telah mewabah dan menjangkit manusia, maka tidak ada lagi penghormatan dan sopan santun, kebenaran menjadi barang mainan. Lebih jauh, penyakit ini akan memunculkan sikap kezaliman, kemarahan, terorisme, permusuhan dan pelanggaran hak.
Ketahuilah bahwa tidak akan bersombong kecuali orang yang menganggap dirinya besar dan tidak akan menganggap dirinya besar kecuali orang yang meyakini memiliki sifat kesempurnaan. Di antara sumber kesombongan adalah sebagai berikut:
Pertama: NASAB KETURUNAN.
Orang yang punya nasab keturunan yang tinggi menganggap hinaorang yang tidak memiliki nasab tersebut, sekalipun ia lebih tinggi ilmu dan amalnya. Kadang sebagian mereka menyombongkan diri lalu menganggap orang lain sebagai pengikut dan budaknya, sehingga ia enggan bergaul dan duduk bersama mereka. Rasulullah bersabda "Hendaklah orang meninggalkan kebanggan terhadap nenek moyang mereka yang telah menjadi batu bara di neraka."(HR. Abu Daud)Kedua: HARTA KEKAYAAN.
Hal ini biasanya terjadi dikalangan para raja, pemimpin, para konglomerat, pengusaha, tuan tanah, dan para pejabat negara serta keluarga mereka. Mereka membanggakan kedudukan dan hartanya sehingga merendahkan dan melecehkan orang lain. Orang-orang semacam ini bila tidak bertaubat akan berakhir seperti Qorun yang ditelan bumi karena kesombongan terhadap hartanya.Ketiga: ILMU PENGETAHUAN.
Demikian cepatnya kesombongan menjangkiti para ulama (kaum intelektual) sehingga seorang berilmu pengetahuan mudah merasa tinggi dengan ilmu pengetahuannya. Ia merasa paling mulia diantara manusia. Ia memandang dirinya lebih tinggi dan lebih mulia disisi Allah ketimbang yang lainnya. Hal demikian bisa terjadi karena ilmu yang didapat lebih berorientasi pada duniawi semata, tanpa dilandasi keikhlasan dan pensucian jiwa dalam menuntutnya. Sebab ilmu yang didapat dengan ikhlas karena Allah dan hati yang jujur akan melahirkan sikap tawadhu dan rasa takut kepada Allah.Keempat: AMAL dan IBADAH.
Orang-orang yang zuhud dan para ahli ibadah tidak terlepas pula dari nistanya kesombongan, kepongahan dan tindakan melecehkan orang lain. Dengan amal dan ibadahnya ia merasa yakin akan selamat, sementara orang lain akan binasa. Sabda Rasulullah SAW. "Cukuplah seseorang dinilai telah berbuat kejahatan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim" (HR. Muslim)Kelima: KECANTIKAN/KETAMPANAN.
Kecantikan atau ketampanan seseorang bisa meyebabkan dirinya sombong dengan cara merendahkan dan menyebut-nyebut keburukan rupa orang lain.Dengan definisi yang disebutkan oleh Rasulullah SAW itu, tentulah banyak keburukan yang terdapat di dalam sifat sombong (takabbur), sehingga wajar jika kemudian kesombongan menjadi penghalang masuk surga, sebagaimana dalam hadits shahih Baginda Rasul bersabda: " Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarrah ".
Hal itu disebabkan karena kesombongan menghalangi hamba dari semua akhlaq yang seharusnya disandang oleh orang mu'min, sedangkan akhlaq-akhlaq itu adalah pintu surga, dan kesombongan penutup pintu-pintunya.
Sebab, seseorang tidak bisa mencintai kaum mu'minin sebagaimana ia mencinta diri sendiri bila di dalam hatinya masih ada kesombongan, begitu juga dengan perbuatan-perbuatan lainnya yang muaranya adalah karena adanya kesombongan dalam hatinya.
www.anded.cybermq.com
www.fiqhislam.com
Read More......
Ilmu Dunia tanpa keikhlasan dan pensucian jiwa membawa Anda kepada ‘Kesombongan’
Sumber Kesombongan
Sombong, sebagaimana didefinisikan Rasulullah SAW adalah "Melecehkan orang lain dan menolak kebenaran" (HR Muslim dan Tirmidzi). Bila penyakit ini telah mewabah dan menjangkit manusia, maka tidak ada lagi penghormatan dan sopan santun, kebenaran menjadi barang mainan. Lebih jauh, penyakit ini akan memunculkan sikap kezaliman, kemarahan, terorisme, permusuhan dan pelanggaran hak.
Ketahuilah bahwa tidak akan bersombong kecuali orang yang menganggap dirinya besar dan tidak akan menganggap dirinya besar kecuali orang yang meyakini memiliki sifat kesempurnaan. Di antara sumber kesombongan adalah sebagai berikut:
Pertama: NASAB KETURUNAN.
Orang yang punya nasab keturunan yang tinggi menganggap hinaorang yang tidak memiliki nasab tersebut, sekalipun ia lebih tinggi ilmu dan amalnya. Kadang sebagian mereka menyombongkan diri lalu menganggap orang lain sebagai pengikut dan budaknya, sehingga ia enggan bergaul dan duduk bersama mereka. Rasulullah bersabda "Hendaklah orang meninggalkan kebanggan terhadap nenek moyang mereka yang telah menjadi batu bara di neraka."(HR. Abu Daud)Kedua: HARTA KEKAYAAN.
Hal ini biasanya terjadi dikalangan para raja, pemimpin, para konglomerat, pengusaha, tuan tanah, dan para pejabat negara serta keluarga mereka. Mereka membanggakan kedudukan dan hartanya sehingga merendahkan dan melecehkan orang lain. Orang-orang semacam ini bila tidak bertaubat akan berakhir seperti Qorun yang ditelan bumi karena kesombongan terhadap hartanya.Ketiga: ILMU PENGETAHUAN.
Demikian cepatnya kesombongan menjangkiti para ulama (kaum intelektual) sehingga seorang berilmu pengetahuan mudah merasa tinggi dengan ilmu pengetahuannya. Ia merasa paling mulia diantara manusia. Ia memandang dirinya lebih tinggi dan lebih mulia disisi Allah ketimbang yang lainnya. Hal demikian bisa terjadi karena ilmu yang didapat lebih berorientasi pada duniawi semata, tanpa dilandasi keikhlasan dan pensucian jiwa dalam menuntutnya. Sebab ilmu yang didapat dengan ikhlas karena Allah dan hati yang jujur akan melahirkan sikap tawadhu dan rasa takut kepada Allah.Keempat: AMAL dan IBADAH.
Orang-orang yang zuhud dan para ahli ibadah tidak terlepas pula dari nistanya kesombongan, kepongahan dan tindakan melecehkan orang lain. Dengan amal dan ibadahnya ia merasa yakin akan selamat, sementara orang lain akan binasa. Sabda Rasulullah SAW. "Cukuplah seseorang dinilai telah berbuat kejahatan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim" (HR. Muslim)Kelima: KECANTIKAN/KETAMPANAN.
Kecantikan atau ketampanan seseorang bisa meyebabkan dirinya sombong dengan cara merendahkan dan menyebut-nyebut keburukan rupa orang lain.Dengan definisi yang disebutkan oleh Rasulullah SAW itu, tentulah banyak keburukan yang terdapat di dalam sifat sombong (takabbur), sehingga wajar jika kemudian kesombongan menjadi penghalang masuk surga, sebagaimana dalam hadits shahih Baginda Rasul bersabda: " Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarrah ".
Hal itu disebabkan karena kesombongan menghalangi hamba dari semua akhlaq yang seharusnya disandang oleh orang mu'min, sedangkan akhlaq-akhlaq itu adalah pintu surga, dan kesombongan penutup pintu-pintunya.
Sebab, seseorang tidak bisa mencintai kaum mu'minin sebagaimana ia mencinta diri sendiri bila di dalam hatinya masih ada kesombongan, begitu juga dengan perbuatan-perbuatan lainnya yang muaranya adalah karena adanya kesombongan dalam hatinya.
www.anded.cybermq.com
www.fiqhislam.com
Read More......
Tak Cukup Hanya Menangis
Saudaraku,
Kehilangan memang menyakitkan. Apapun yang terlepas, baik dalam konteks pribadi atau yang lebih luas, tentu terasa menyedihkan. Karena apa yang kita miliki lekat sebagai bagian dari hidup kita. Bahkan ketergantungan terhadapnya mungkin telah tercipta. Ketika itu dicabut atau hilang, kita merasa hilanglah sebagian dari diri kita. Maka sangatlah wajar kalau kemudian ada tangis, minimal kesedihan yang menggumpal di dada. Mungkin tangis ini bisa meringankan sebagian beban hati. Boleh jadi air mata pun bisa membasahi panas hati yang terasa tak menentu. Namun tangis saja tidaklah cukup. Mesti ada tindakan lain yang kita lakukan ketika didera musibah kehilangan.
1. Ingat Kembali Sebab Kehilangan Kita
Kita bisa kehilangan suatu benda. Kita pun bisa kehilangan akhlak dan ketaatan pada Allah yang dulu pernah kita miliki. Kita bisa kehilangan generasi. Mungkin banyak manusia berkualitas yang telah pergi mendahului, hingga kita merindukan mereka. Atau kita merasa kehilangan teman sejati, karena meski banyak teman di sekeliling, namun tak satupun yang sejalan dengan hati kita.
Masyarakat juga bisa kehilangan tokoh kharismatik yang dulu pernah mereka punyai. Negara mungkin kehilangan wilayahnya, juga kehilangan pejabat-pejabatnya yang jujur. Rakyat pun boleh jadi kehilangan rasa aman dan kedamaian. Semakin hari makin panjang daftar kehilangan ini. Maka kita perlu waktu sejenak untuk mengais masa lalu.
Untuk mengetahui sebab-sebab kehilangan. Untuk melihat kembali apakah kehilangan itu karena kecerobohan, atau kelalaian kita mendidik generasi, hingga kita kehilangan pemimpin yang bisa diandalkan. Mungkin juga karena terlalu kuatnya sisi eksternal yang membuat kita “tidak berdaya”. Terlalu banyak yang merusak daripada yang membangun. Padahal seribu orang yang membangun dengan susah payah bisa dihancurkan oleh satu orang saja. Apalagi kalau yang membangun hanya kita sendirian sementara yang merusak berjumlah seribu.
Kehilangan.
Kehilangan kebiasaan membaca Al Qur’an. Kehilangan kalau mata ini sulit menangis ketika membaca Al-Qur’an karena banyak tertawa, maka kurangilah tertawa. Kalau anak-anak terlalaikan karena terlalu banyak mendengarkan kidung cinta yang tertuju bukan pada Rabbnya, maka jauhkanlah kidung itu dari mereka.
Ahmad bin Khidir menikahi Umu Ali. Setelah pernikahan, Ahmad Khidir beserta istri datang kepada Abu Yazid Al-Bustomi. Sang istri memalingkan wajahnya. Ahmad bertanya, “Mengapa kamu memalingkan wajahmu?" Istrinya menjawab, “Karena setiap aku memandang wajah Abu Yazid, hilanglah semangat jiwaku. Dan setiap aku memandangmu semangat jiwaku bangkit." Setelah itu mereka berdua keluar. Ahmad berkata kepada Abu Yazid, “Nasehati aku.” Dengan singkat Abu Yazid menjawab, “Belajarlah dari istrimu."
Ya, pesan singkat bermakna padat. Umu Ali mengetahui sebab kehilangan sesuatu dalam jiwanya. Maka dia pun menghindarinya. Pantas saja Abu Yazid hanya berpesan pendek, “Belajarlah dari istrimu.”
2. Bangkitkan Kenangan, Dimana Dulu Kita Mendapatkannya
Ini hanyalah bagian dari cara untuk membangkitkan kebaikan yang dulu ternyata pernah bisa kita lakukan. Boleh jadi dulu kita pernah sering kali berpuasa atau sholat sunah. Namun kini kita tidak lagi melakukannya. Dan kita pun kehilangan kenyamanan hati seperti yang dirasakan ketika mengamalkan ibadah sunah.
Maka mungkin kita perlu mencoba untuk napak tilas. Kita cari dan kita munculkan lagi tempat dan suasana yang membawa pada keinginan beribadah. Kita munculkan alasan dan pendorong yang dulu bersemayam di hati. Hingga kita bergairah untuk kembali mendekati Allah dengan melakukan amalan sunah yang berkualitas.
Marilah kita mencoba kembali ke belakang barang sesaat, untuk membangkitkan kenangan bahwa dulu kita pernah mengukir kebaikan. Dengan harapan, kenangan ini menjadi pemicu bangkitnya naluri kita untuk kembali berbuat kebaikan, yang mungkin hampir punah.
3. Jadikan Orang di Sekeliling Kita Sebagai Pengontrol
Kehilangan bisa jadi muncul akibat kita tidak sanggup menjaganya. Kalau demikian adanya, tentu kita harus membuat kontrol-kontrol diri yang akan menjaga semua yang kita miliki. Kita bisa menjadikan orang-orang disekeliling kita menjadi kontrol bagi perjalanan kita.Untuk memantau kita.
Teman merupakan partner yang semesti-nya bisa memberikan kontrol positif, Tanpa itu persahabatan tidaklah banyak berarti. Dari mereka kita bisa mendapatkan masukan, nasehat, peringatan dan teguran. Ini semua merupakan pengawas dan penyeimbang langkah.
Umar ra. menjadikan masyarakat sekeliling-nya sebagai pengontrolnya. Sewaktu pidato perdananya sebagai khalifah, ia tanpa basa basi berani menanyakan siapa yang bersedia mengontrolnya. Detik itu pula seorang anak muda menghunus pedang, dan dengan lantang mengatakan bahwa pedangnyalah yang akan mengontrol Umar, jika mulai menjauh dari amanah.
Selain teman, musuh pun bisa menjadi pengontrol langkah kita. Karena musuh selalu mencari kelemahan kita. Dengan demikian sebenarnya kita secara cuma-cuma sedang menuai kritik, yang boleh jadi sebagian atau keseluruhannya ternyata bernuansa positif.
Seorang ulama salaf berkata, "Kenikmatan dan orang-orang iri selalu beriringan. Jika ada kenikmatan di sana pasti ada orang yang iri. Maka jika tidak ada orang yang iri kepada Anda berarti Anda telah kehilangan banyak kebaikan dalam hidup."
Kontrol inilah yang akan menjaga kita dari kehilangan untuk kedua kalinya. Kontrol inilah yang mengingatkan dan mencegah agar kita tidak sedih dan menangis untuk kasus kehilangan yang sama. Jadikanlah teman, lawan dan catatan sejarah sebagai cermin yang bening. Tempat kita melihat apa yang hilang dari wajah kita. Untuk mengetahui apakah seraut wajah cerah belum hilang dari kita.
4. Carilah Kembali Mutiara yang Hilang
Yang hilang mungkin kembali lagi. Yang pergi mungkin diharapkan datang lagi. Terus mencari agar ia kembali dan datang lagi adalah usaha yang tak boleh henti. Berbagai upaya harus diupayakan agar apa yang pernah hilang kembali lagi. Kerinduan pada Al-Qur’an harus dimunculkan kembali, Kenikmatan sholat malam harus diraih kembali. Kembalinya kedamaian di keluarga harus terus diupayakan jalannya. Keberkahan negeri yang pernah diraih harus dicoba untuk dikembalikan.Tidak ada kata terlambat.
Karena “mutiara” itu mungkin hanya terselip dari pandangan rnata kita. Mungkin kita hanya butuh sedikit lelah fisik dan lelah hati, kemudian “mutiara” itu akan berada di tangan kita lagi. Setelah “mutiara” itu kembali, ada rasa bahagia yang tidak terlukiskan. Bahkan kita bisa lebih bahagia dibandingkan ketika kita memegangnya pertama kali,
Apa yang hilang dari kita harus kita cari kembali. Andalus mercusuar kejayaan Islam telah hilang. Palestina kiblat pertama kita telah direnggut. Dengan rasa optimis tinggi dan usaha tak kenal lelah kita berharap "mutiara” itu jatuh ke tangan kita lagi. Meski mungkin perlu waktu yang tidak sebentar, namun langkah mesti segera dibangun.
5. Titipkan Semuanya kepada Allah
Menitipkan kepada Allah berarti menitip-kan kepada Dzat yang Maha Menjaga, Bintang gemintang dan segala benda angkasa luar yang tidak terhitung jumlahnya terjaga semuanya. Karena hanya Dialah yang Maha Menjaga. Tidak rusak dan tidak hilang apa yang dititip-kan kepada-Nya.Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak melepas seorang teman-nya. "Kesinilah aku lepas engkau dengan cara Nabi melepas orang yang hendak pergi, ‘Aku titipkan engkau kepada Allah yang tidak akan pernah hilang apa yang dititipkan kepada-Nya.’"
Titipkan diri ini agar tidak banyak kehilangan kebaikan. Titipkan generasi ini agar tidak hilang tersesat di belantara dunia. Titipkan negara ini agar dijaga dan tetap dilimpahkan keberkahan. Titipkan hati ini agar tetap menjadi pencetus ide-ide kebaikan. Ketika kita mulai khawatir akan kehilangan sesuatu, maka segeralah berdialog dengan Allah, agar Dia menjaga kita dan menjaga apa-apa yang kita takutkan akan hilang. Bahkan ketika kita sudah kehilangan, mintalah agar Allah mengembalikan kepada kita apa yang telah pergi.
Ketika Said kehilangan barang berharga, Hasan Al-Bisri berkata, “Pergi dan ambillah wudhu kemudian sholatlah dua rakaat dan berdoalah, Wahai Dzat yang Maha Lembut, Maha Pemberi, Maha Pengasih, Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, Pencipta langit dan bumi, Yang Mempunyai keagungan dan keutamaan, ampunilah aku dan kembalikan yang hilang dariku," Tak lama berselang, Said kembali kepada Hasan dengan barang berharga yang hilang sudah di tangannya kembali.
Meminta tolong dan menggantungkan harapan kepada sesama manusia, seringkali tidak mendatangkan solusi. Bahkan bisa menyesatkan. Berpindahlah pada Allah yang Maha Mengetahui ke mana perginya yang hilang dan “tempat menitip” yang paling aman, karena apa yang kita miliki tidak mungkin rusak dan hilang.
Yang telah hilang dari kita mungkin amatlah banyak. Sebelum berbuntut penyesalan berkepanjangan dan hanya menambah penderitaan, maka cepatlah bertindak yang benar ketika kita kehilangan.
Wallahu’alam.
masnonowajak.blogspot.com
Read More......
Membawa Kekasih ke Surga
Ini sepenggal ungkapan tatkala seoarang ikhwan mengkhitbah seorang akhwat.
Tatkala ingin menggenapkan sayapnya yang cuma sebelah agar bisa terbang.
Sekarang, saat kita sudah punya sayap yang lengkap, masihkah kita ingin mengajaknya terbang? Begitulah seharusnya. Kita harus konsisten dengan harapan besar tatkala menikahinya. Menggapai ridha Allah, mengantarkan dan membawanya terbang hingga di surga. Ya, kita harus membawanya. Ini bukti kesungguhan dan cinta kita pada bidadari hati kita itu.
Ini bukan romantisme. Tapi harapan. Ya, harapan. Harapan dan tekad kesungguhan setelah mengambil keputusan besar dalam hidup, menikah. Harapan untuk membawa orang-orang yang kita cintai hidup bersama di surga. Bersama, reuni di sana. Benar, setelah ikrar nikah kita ucapkan, kita punya harapan dan kewajiban, dan sebesar-besar harapan itu adalah menjadikan bidadari hati kita sebagai kekasih dunia akhirat. Tidak sebatas menjadikannya istri di dunia semata. Lebih dari itu, kita berharap akan menjadikannya bidadari tercantik di antara bidadari-bidadari surga, yang karenanya bidadari surga cerburu melihat istri kita.
Ini juga bukan romantisme. Tapi harapan. Tekad yang kuat. Tekad untuk mempersembahkan rumah indah di surga untuk istri dan keluarga kita. Dan sekarang kita harus mulai men'desain’ rumah kita itu. Rumah di surga. Ya, sekarang. Selagi kita masih diberi kesempatan beramal di muka bumi ini.
Qiyamul Lail Satu Pintunya
“Allah merahmati seorang suami yang bangun malam lalu menunaian shalat. Dia bangunkan istrinya, jika istrinya enggan, maka ia percikkan air ke wajahnya. Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun malam untuk menunaikan shalat. Dia bangunkan suaminya dan apabila suaminya enggan, maka ia percikan air ke wajahnya.”
(H.R Abu Dawud, Nasa’i Ibnu Majah)
Ini bukan romantisme. Tapi, harapan. betapa indahnya jika hadits itu benar-benar kita amalkan. Ketika suami terbangun, ia bangunkan sang istri dengan mengatakan,
“Bidadariku, apakah engkau ingin tertinggal sementara aku ingin mengajakmu ke surga dengan qiyamullail ini. Bangun bidadariku, aku ingin engkau turus membersamaiku selamanya. Bersamaku, tidak hanya di dunia ini, tapi juga di sana, di negeri abadi itu. Bangun dinda, mari sholat.”
Atau sebaliknya, jika istri terbangun dia berkata,
“Kekasihku, tidakkah kau ingin membawaku ke surga dengan qiyamul lailmu. Bukankah engkau ingin menjadikanku sebagai bidadari dunia akhirat, bangun suamiku. Aku rindu bertemu denganmu di surga kelak.”
Ehm. Ini bukan romantisme saudaraku. Bukan. Sungguh, ini harapan. Indah. Bahagia.
Ini juga sebuah harapan. Tentang anak-anak kita kelak. Kita punya mimpi. Mimpi menjadikan mereka menjadi mutiara-mutiara hati yang kelak menggetarkan dunia. Bertebaran di berbagai belahan bumi dengan menggemakan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil. Ya, itu artinya kita punya dua tanggungjawab besar; menjadikan istri sebagai bidadari; dan 'melahirkan' jundi-jundi penegak tauhid.
Sungguh, kita berharap dari rahim mulia istri kita terlahir pejuang-pejuang dakwah, yang karena sentuhan lembut tangan bidadari hati kita, mereka menjadi kuat dan kokoh. Dan rumah kita menjadi madrasah peradaban.
Ini bukan romatisme. Tapi harapan.
masnonowajak.blogspot.com
Read More......
Kamis, 15 April 2010
Dahsyatnya Ujian Wanita dan Dunia
Oleh Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan dan hikmah-Nya yang sempurna menjadikan dunia serta perhiasannya yang fana ini sebagai medan ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-’Ankabut: 1-2)
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya hikmah dihadapkannya mereka kepada berbagai ujian dan cobaan itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang hikmah-Nya yang sempurna. Di mana sifat hikmah-Nya mengharuskan setiap orang yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja dengan pengakuannya. Pasti dia akan dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan. Bila tidak demikian, niscaya tidak bisa terbedakan antara orang yang benar dan jujur dengan orang yang dusta.
Tidak bisa terbedakan pula antara orang yang berbuat kebenaran dengan orang yang berbuat kebatilan. Sudah merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia menguji (manusia) dengan kelapangan dan kesempitan, kemudahan dan kesulitan, kesenangan dan kesedihan, serta kekayaan dan kemiskinan.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “(Agar terbedakan) orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang dusta dalam ucapan dan pengakuannya. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengetahui cara terjadinya sesuatu bila hal itu terjadi. Hal ini adalah prinsip yang telah disepakati (ijma’) oleh para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan telah mengabarkan:
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan maksud ayat di atas dalam tafsirnya:
“Seorang rasul adalah ujian bagi umatnya, yang akan memisahkan orang-orang yang taat dengan orang-orang yang durhaka terhadap rasul tersebut. Maka Kami jadikan para rasul sebagai ujian dan cobaan untuk mendakwahi kaum mereka. Seorang yang kaya adalah ujian bagi yang miskin. Demikian pula sebaliknya. Orang miskin adalah ujian bagi orang kaya. Semua jenis tingkatan makhluk (merupakan ujian dan cobaan bagi yang sebaliknya) di dunia ini. Dunia yang fana ini adalah medan yang penuh ujian dan cobaan.”
Dari penjelasan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu di atas, kita dapatkan faedah bahwa: seorang istri adalah ujian bagi suaminya, anak adalah ujian bagi kedua orangtuanya, pembantu adalah ujian bagi tuannya, tetangga adalah ujian bagi tetangga yang lainnya, rakyat adalah ujian bagi pemerintahnya, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya, Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan: “Tujuannya adalah apakah kalian mau bersabar, kemudian menegakkan berbagai perkara yang diwajibkan atas kalian, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas amalan kebaikan kalian. Ataukah kalian tidak mau bersabar yang dengan sebab itu kalian berhak mendapatkan kemurkaan (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan siksaan?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa kecintaan terhadap kenikmatan dan kesenangan dunia akan ditampakkan indah dan menarik di mata manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan hal-hal ini secara khusus karena hal-hal tersebut adalah ujian yang paling dahsyat, sedangkan hal-hal lain hanyalah mengikuti. Maka, tatkala hal-hal ini ditampakkan indah dan menarik kepada mereka, disertai faktor-faktor yang menguatkannya, maka jiwa-jiwa mereka akan bergantung dengannya. Hati-hati mereka akan cenderung kepadanya.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 124)
Fitnah (godaan) wanita
Betapa banyak lelaki yang menyimpang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena godaan wanita. Betapa banyak pula seorang suami terjatuh dalam berbagai kezaliman dan kemaksiatan disebabkan istrinya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
Al-Imam Mujahid rahimahullahu berkata:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنََ النِّسَاءِ
Al-Mubarakfuri rahimahullahu berkata:
Setelah itu, beliau keluar menuju para sahabat dan bersabda:
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Syarah Shahih Muslim (8/187): “Para ulama mengatakan, makna hadits itu adalah bahwa penampilan wanita membangkitkan syahwat dan mengajak kepada fitnah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan adanya kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki, merasa nikmat melihat kecantikannya berikut segala sesuatu yang terkait dengannya. Sehingga seorang wanita ada sisi keserupaan dengan setan dalam hal mengajak kepada kejelekan atau kemaksiatan melalui was-was serta ditampakkan bagus dan indahnya kemaksiatan itu kepadanya.
Dapat diambil pula faedah hukum dari hadits ini bahwa sepantasnya seorang wanita tidak keluar dari rumahnya, (berada) di antara lelaki, kecuali karena sebuah keperluan (darurat) yang mengharuskan dia keluar.
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang segala sesuatu yang akan menyebabkan hamba-hamba-Nya terfitnah dengan wanita, seperti memandang, berkhalwat (berduaan dengan wanita yang bukan mahram), ikhtilath (campur-baur lelaki dan perempuan yang bukan mahram). Bahkan mendengarkan suara wanita yang bisa membangkitkan syahwat pun dilarang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Agar hamba-hamba-Nya selamat dari godaan wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dengan wanita shalihah, yang akan saling membantu dengan dirinya untuk menyempurnakan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهُ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ. وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)
Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ
Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِي وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan
ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat.
Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu:
‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka.
Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama. Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”
Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata:
اللَهُّمَ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Sumber: majalah asy syariah
doktermuslim.wordpress.com
Semoga 'engkau' tidak menjadi fitnah berbahaya bagi kaum laki-laki... jadilah engkau Muslimah Solihah yang taat kepada Allah dan rasul-Nya... jangan 'engkau' nampakkan perhiasanmu...kecuali kepada yang berhak ...
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”(Al-Mulk: 2)
الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-’Ankabut: 1-2)
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya hikmah dihadapkannya mereka kepada berbagai ujian dan cobaan itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”(Al-’Ankabut: 3)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang hikmah-Nya yang sempurna. Di mana sifat hikmah-Nya mengharuskan setiap orang yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja dengan pengakuannya. Pasti dia akan dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan. Bila tidak demikian, niscaya tidak bisa terbedakan antara orang yang benar dan jujur dengan orang yang dusta.
Tidak bisa terbedakan pula antara orang yang berbuat kebenaran dengan orang yang berbuat kebatilan. Sudah merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia menguji (manusia) dengan kelapangan dan kesempitan, kemudahan dan kesulitan, kesenangan dan kesedihan, serta kekayaan dan kemiskinan.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “(Agar terbedakan) orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang dusta dalam ucapan dan pengakuannya. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengetahui cara terjadinya sesuatu bila hal itu terjadi. Hal ini adalah prinsip yang telah disepakati (ijma’) oleh para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan telah mengabarkan:
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Rabbmu Maha melihat.”(Al-Furqan: 20)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan maksud ayat di atas dalam tafsirnya:
“Seorang rasul adalah ujian bagi umatnya, yang akan memisahkan orang-orang yang taat dengan orang-orang yang durhaka terhadap rasul tersebut. Maka Kami jadikan para rasul sebagai ujian dan cobaan untuk mendakwahi kaum mereka. Seorang yang kaya adalah ujian bagi yang miskin. Demikian pula sebaliknya. Orang miskin adalah ujian bagi orang kaya. Semua jenis tingkatan makhluk (merupakan ujian dan cobaan bagi yang sebaliknya) di dunia ini. Dunia yang fana ini adalah medan yang penuh ujian dan cobaan.”
Dari penjelasan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu di atas, kita dapatkan faedah bahwa: seorang istri adalah ujian bagi suaminya, anak adalah ujian bagi kedua orangtuanya, pembantu adalah ujian bagi tuannya, tetangga adalah ujian bagi tetangga yang lainnya, rakyat adalah ujian bagi pemerintahnya, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya, Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan: “Tujuannya adalah apakah kalian mau bersabar, kemudian menegakkan berbagai perkara yang diwajibkan atas kalian, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas amalan kebaikan kalian. Ataukah kalian tidak mau bersabar yang dengan sebab itu kalian berhak mendapatkan kemurkaan (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan siksaan?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”(Ali ‘Imran: 14)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa kecintaan terhadap kenikmatan dan kesenangan dunia akan ditampakkan indah dan menarik di mata manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan hal-hal ini secara khusus karena hal-hal tersebut adalah ujian yang paling dahsyat, sedangkan hal-hal lain hanyalah mengikuti. Maka, tatkala hal-hal ini ditampakkan indah dan menarik kepada mereka, disertai faktor-faktor yang menguatkannya, maka jiwa-jiwa mereka akan bergantung dengannya. Hati-hati mereka akan cenderung kepadanya.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 124)
Fitnah (godaan) wanita
Betapa banyak lelaki yang menyimpang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena godaan wanita. Betapa banyak pula seorang suami terjatuh dalam berbagai kezaliman dan kemaksiatan disebabkan istrinya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.”(At-Taghabun: 14)
Al-Imam Mujahid rahimahullahu berkata:
“Yakni akan menyeret orangtua atau suaminya untuk memutuskan tali silaturahim atau berbuat maksiat kepada Rabbnya, maka karena kecintaan kepadanya, suami atau orangtuanya tidak bisa kecuali menaatinya (anak atau istri tersebut).”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Berniat dan berbuat baiklah kalian kepada para wanita. Karena seorang wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka apabila kamu berusaha dengan keras meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya. Sedangkan bila kamu membiarkannya niscaya akan tetap bengkok. Maka berwasiatlah kalian kepada para istri (dengan wasiat yang baik).”(Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنََ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian/godaan) yang lebih dahsyat bagi para lelaki selain fitnah wanita.”(Muttafaqun ‘alaih dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)
Al-Mubarakfuri rahimahullahu berkata:
“(Sisi berbahayanya fitnah wanita bagi lelaki) adalah karena keumuman tabiat seorang lelaki adalah sangat mencintai wanita. Bahkan banyak terjadi perkara yang haram (zina, perselingkuhan, pacaran, dan pemerkosaan, yang dipicu [daya tarik] wanita). Bahkan banyak pula terjadi permusuhan dan peperangan disebabkan wanita. Minimalnya, wanita atau istri bisa menyebabkan seorang suami atau seorang lelaki ambisius terhadap dunia. Maka ujian apalagi yang lebih dahsyat darinya?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan godaan wanita itu seperti setan, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang wanita. Kemudian beliau mendatangi Zainab istrinya, yang waktu itu sedang menyamak kulit hewan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menunaikan hajatnya (menggaulinya dalam rangka menyalurkan syahwatnya karena melihat wanita itu).
Setelah itu, beliau keluar menuju para sahabat dan bersabda:
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan dan berlalu dalam bentuk setan pula. Apabila salah seorang kalian melihat seorang wanita (dan bangkit syahwatnya) maka hendaknya dia mendatangi istrinya (menggaulinya), karena hal itu akan mengembalikan apa yang ada pada dirinya (meredakan syahwatnya).”(HR. Muslim)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Syarah Shahih Muslim (8/187): “Para ulama mengatakan, makna hadits itu adalah bahwa penampilan wanita membangkitkan syahwat dan mengajak kepada fitnah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan adanya kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki, merasa nikmat melihat kecantikannya berikut segala sesuatu yang terkait dengannya. Sehingga seorang wanita ada sisi keserupaan dengan setan dalam hal mengajak kepada kejelekan atau kemaksiatan melalui was-was serta ditampakkan bagus dan indahnya kemaksiatan itu kepadanya.
Dapat diambil pula faedah hukum dari hadits ini bahwa sepantasnya seorang wanita tidak keluar dari rumahnya, (berada) di antara lelaki, kecuali karena sebuah keperluan (darurat) yang mengharuskan dia keluar.
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang segala sesuatu yang akan menyebabkan hamba-hamba-Nya terfitnah dengan wanita, seperti memandang, berkhalwat (berduaan dengan wanita yang bukan mahram), ikhtilath (campur-baur lelaki dan perempuan yang bukan mahram). Bahkan mendengarkan suara wanita yang bisa membangkitkan syahwat pun dilarang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.(An-Nur: 30)
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(Al-Ahzab: 32)
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(Al-Isra’: 32)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah salah seorang kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.”(Muttafaqun ‘alaih)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Jauhi oleh kalian masuk kepada para wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Bagaimana pendapat anda tentang ipar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ipar itu berarti kebinasaan (banyak terjadi zina antara seorang lelaki dengan iparnya).”(Muttafaqun ‘alaih)
Agar hamba-hamba-Nya selamat dari godaan wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dengan wanita shalihah, yang akan saling membantu dengan dirinya untuk menyempurnakan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.”(Al-Baqarah: 221)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Seorang wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kebaikan nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang bagus agamanya, niscaya engkau akan beruntung.”(Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Godaan dunia dan harta
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهُ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis (rasanya) dan hijau (menyenangkan dilihat). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan sebagian kalian dengan sebagian yang lain di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian beramal dengan dunia tersebut. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap godaan dunia (yang menggelincirkan kalian dari jalan-Nya) dan takutlah kalian dari godaan wanita, karena ujian yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah godaan wanita.”(HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat itu akan dihadapkan dengan ujian (yang terbesar). Dan termasuk ujian yang terbesar yang menimpa umatku adalah harta.”(HR. At-Tirmidzi dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu)
Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ. وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.”(Al-Fajr: 15-16)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)
Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan: Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan harta kepadanya lalu dia infakkan di jalan yang benar, serta orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ilmu kepadanya lalu dia menunaikan konsekuensinya (mengamalkannya) dan mengajarkannya.”(Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendahului kami untuk mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”(HR. Muslim)
Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”(Ali Imran: 185)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.”(Muttafaqun ‘alaih dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِي وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.”(HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan
ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.”(At-Taubah: 34)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat.
Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu:
‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka.
Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.”(At-Taubah: 34)
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama. Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”
Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata:
“Setiap orang dari kalangan orang yang berilmu yang lebih memilih dunia dan berambisi untuk mendapatkannya, pasti dia akan berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam fatwanya, dalam hukum yang dia tetapkan, berita-berita yang dia sebarkan, serta konsekuensi-konsekuensi yang dia nyatakan. Karena hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala mayoritasnya menyelisihi ambisi manusia. Lebih-lebih ambisi orang yang tamak terhadap kedudukan dan orang yang diperbudak hawa nafsunya. Ambisi mereka tidak akan bisa mereka dapatkan dengan sempurna kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan sering menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim berambisi terhadap jabatan dan mempertuhankan hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan didapatkan dengan sempurna kecuali dengan menolak kebenaran…(Al-Fawaid, hal 243-244)
Mereka pasti akan membuat-buat perkara yang baru dalam agama, disertai kejahatan-kejahatan dalam bermuamalah. Maka terkumpullah pada diri mereka dua perkara tersebut (kedustaan dan kejahatan).
Sungguh, mengikuti hawa nafsu itu akan membutakan hati, sehingga tidak lagi bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan bisa terbalik, dia lihat yang bid’ah sebagai sunnah dan yang sunnah sebagai bid’ah. Inilah penyakit para ulama bila mereka lebih memilih dunia dan diperbudak oleh hawa nafsunya.”
اللَهُّمَ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Wallahu ‘alam bish-shawab.“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.”
Sumber: majalah asy syariah
doktermuslim.wordpress.com
Read More......
Cantiknya Bidadari…
Padahal… nun di surga sana, terdapat makhluk yang begitu cantik yang belum pernah seorang pun melihat ada makhluk secantik itu. Dan mereka sangat pemalu dan terjaga sehingga kecantikan mereka hanya dinikmati oleh suami-suami mereka di surga.
Harumnya Bidadari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Kecantikan Fisik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.”(HR. Bukhari dan Muslim)
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.”
(Qs. Ad-Dukhan: 54)
Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.
Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.
Sopan dan Pemalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari
(Qs. Ar-Rahman: 56-58)
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.”
(Qs. Ash-Shaffat: 48)
Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.
Putihnya Bidadari
Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.”
(Qs. ar-Rahman: 58)
al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.
Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.”
(Qs. Ar-Rahman: 72)
Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.
Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,
“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.”
(Qs. At-Tiin: 4)
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia
lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)
Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..
Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?
Maraji’:
Mukhtashor Hadil al-Arwah ila Bilad al-Afrah (Tamasya ke Surga) (terj), Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah.
***
Sumber Artikel www.muslimah.or.id
Read more about Fiqhislam.com - Pustaka Muslim Indonesia by www.fiqhislam.com
Read More......
Kisah Taubatnya Malik Bin Dinar, Sang Manusia Zalim
"Ya Allah Ampunilah Dosa-Dosaku" Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia.
Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.
Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah. Aku sangat mencintai Fathimah.
"Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.
Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya.
Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.
Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat. Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”
Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”
Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”
Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”
Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.
Dia berkata kepadaku: “Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”
Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dia Rohimahullah berkata: Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”
Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari.”
Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”
~Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.~
Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (kisahislam)
www.suaramedia.com
Read More......
Langganan:
Postingan (Atom)